Sidiq Wahyu Oktaviano
Muktamar Muhammadiyah yang ke-47 di Makassar telah mengambil tema “Islam
Berkemajuan”. Muhammadiyah mengambil tema tersebut dengan harapan bahwa bangsa
Indonesia dapat menjadi bangsa yang besar, bangsa yang mampu berdiri sendiri di
atas kakinya. Tak bisa di pungkiri bahwa Muhammadiyah telah lebih dari satu
abad berkontribusi dalam memajukan bangsa sejak merdeka sampai sekarang. Pada
Muktamar Muhammadiyah ke 46 di Yogyakarta tahun 2010. Muhammadiyah telah
memasuki abad ke-2, dimana Muhammadiyah memiliki tantangan yang lebih kompleks
lagi untuk umat dan bangsa.
Berawal dari teologi Al-ma’un yang dibawa oleh KH Ahmad Dahlan.
Muhammadiyah mulai mendirikan sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan masih
banyak lagi. Hasil observasi pada tahun 2010 menunjukan Muhammadiyah memiliki
3979 TK, 3466 SD/MI, 2134 SMP/Mts, 979 SMA, dan 161 PT. Sungguh jumlah yang
sangat fantastis bagi suatu organisasi sosial kemasyarakatan dengan kontribusinya
dalam membangun bangsa. Pencapaian yang besar tersebut berawal dari teologi
Al-Ma’un seperti yang dijelaskan di atas. Pertanyaannya “Bagaimana Muhammadiyah
berkembang dengan tema Islam Berkemajuannya?”. Dapat kita lihat bagaimana
Muammadiyah membawa islam. Dapat kita ibaratkan hal tersebut seperti memilih
madu. Kita memilih madu pasti ingin mendapatkan yang terbaik langsug dari
sumbernya yaitu lebah, begitu pula Muhammadiyah ingin Islam yang terbaik
langsung dari sumbernya yaitu bersumber dari Al-Quran dan Hadits.
Islam berkemajuan yang diangkat pada Muktamar ke-47 merupakan suatu
terobosan yang dibawa oleh Muhammadiyah dalam berislam dan memajukan bangsa
ini. Tokoh yang menggagas tema Islam Berkemajuan ini salah satunya adalah Buya
Yunahar ilyas yang merupakan ketua PP Muhammadiyah pada periodenya. Beliau menjelaskan
bahwa Islam Berkemajuan memiliki beberapa Pondasi di antaranya :
1.
Tauhid
(Mengesakan dalam perbuatan, nama dan sifat)
2. Pemahaman
Al-Quran dan haadits yang Independent, konverhensif, dan integratif.
3.
Tajdid
(Pembaharuan)
4.
Moderat (
Tengah)
5.
Gemar beramal,
sedikit bicara banyak bekerja.
Itulah beberapa pondasi yang harus dibangun sebelum kita melangkah
dalam Indonesia Berkemajuan. Pondasi yang dikemukakan oleh salah satu penggagas
tema Islam Berkemajuan itu juga harus di pahami oleh setiap kader IPM, sehinga
apa yang menjadi tujuan dari IPM akan selaras dengan Tujuan Muhammadiyah
sebagaimana hubungan antara ayah dan anak. Dari pondasi yang digagas beliau
kita dapat menarik benang merah dengan melihat keadaan bangsa sekarang ini,
dimana bangsa kita sedang mengalami krisis moral. Kita telah mengetahui bahwa moral
merupakan suatu budaya luhur yang dimiliki bangsa Indonesia, dimana hal
tersebut digunakan sebagai alat perjuangan untuk memerdekakan dan memajukan
bangsa. Ketika moral bangsa ini hilang maka hilanglah budaya bangsa ini, ketika
bangsa ini kehilangan budaya maka hilanglah peradaban bangsa dan jati diri
bangsa. Oleh karenanya, Islam Berkemajuan yang dibawa Muhammadiyah adalah salah
satu cara mengembalikan identitas budaya bangsa ini, sehingga krisis moral yang
di alami dapat teratasi. Muhammadiyah bukan hanya menciptakan suatu budaya baru
akan tetapi mencoba menciptakan peradaban dengan gagasan Islam berkemajuan.
Membahas mengenai tantangan Muhammadiyah sekarang antara lain
adalah masalah kemiskinan. Pada kasus ini, kemiskinan bukan semena-mena terjadi
karena pekerjaan melainkan ada sesuatu yang ganjal. Hal tersebut telah
ditunjukkan dengan tingkat kerja keras masyarakat yang tinggi untuk menghidupi
diri dan keluarganya. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “Bagaimana jika
yang membuat tingkat kemiskinan terus meningkat adalah sistemnya?”. “Sistem yang
seperti apa?”.
Sistem kapitalisme yang akhir-akhir ini tidak asing ditelinga kita
bisa jadi akar permasalahannya. Dimana sistem ini cenderung memihak kalangan
atas dan menguntungkan golongan elit. Masalah tersebutlah yang mengharuskan pola
Teologi Al-Ma’un untuk dapat menyentuh hal-hal tersebut. Pada sekarang ini
orang dikatakan miski bukan hanya dilihat dari harta atau kekayaannya saja,
melainkan yang menjadi masalah sekarang adalah miski moral yang dialami bangsa
kita. Sebagai kader Muhammadiyah kita semua dituntut menjadikan konsep teologi
Al-ma’un dapat menyentuh sistem kapitalisme yang telah merajalela dan membuat
orang miskin semakin miskin, orang kaya semakin kaya.
Sejak tahun 2005 Muhammadiyah telah memikirkan apa saja yang harus
dilakukan agar bangsa semakin maju. Muhammadiyah telah menfokuskan tujuannya
hingga tahun 2025, yang di antaranya meliputi:
1.
2005-2010
revitalisasi sistem dan jaringan
2.
2010-2015
mobilisasi & peningkatan kualitas
3.
2015-2020
Pemberdayaan umat dan bangsa
4.
2020-2025
Sinergi dengan seluruh kompenen besar bangsa
Itulah tujuan besar Muhammadiyah hingga tahun 2025 yang akan dicapai.
Dengan demikian Muhammadiyah akan menemukan berbagai cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Muhammadiyah telah berpikiran maju untuk bangsa ini, lalu bagaimana
dengan kita sebagai kader Muhammadiyah? Apakah kita masih memikirkan diri
sendiri, memikirkan apa yang menjadi rumah kita sekarang? Maka dari itu kita
sebagai kader dan warga Muhammadiyah harus terus bersinergi guna mewujudkan
gagasan besar Muhammadiyah dan dapat mewujudkan
Islam berkemajuan untuk menciptakan suatau peradaban baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar